Selasa, 23 Oktober 2012

Perubahan Mode Jilbab dan Pengaruhnya Sudut Pandang Teori Fungsionalis


Perubahan Mode Jilbab dan Pengaruhnya Terhadap Makna Pemakaian Jilbab

1.      Pendahuluan
Masyarakat itu dinamis dan yang statis itu adalah perubahannya. Artinya bahwa masyarakat senantiasa bergerak menuju suatu perubahan, tidak ada satupun masyarakat yang tidak mengalami perubahan, dan perubahan itu akan selalu ada dalam masyarakat. Perubahn yang ada dalam masyarakat disebut juga sebagai perubahan sosial dan budaya. Karena pada dasarnya masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan, begitupun sebaliknya budaya merupakan hasil dari masyarakat.
Perubahan sosial adalah perubahan dalam struktur masyarakat yang dibentuk oleh nilai-nilai etika dan budaya, norma, simbol dan produk budaya, yang disebabkan karena kekuatan internal dan eksternal (banyaknya faktor) dalam perkembangan sejarah, yang mempengaruhi cara kita hidup dan melihat dunia dari orang-orang dalam kelompok sosial, dan dianggap oleh ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi , antropologi , ekonomi, politik dan sejarah.
Faktor-faktor subjektif dapat dibentuk oleh ideologi individu dan kelompok, atau target, yang diberikan oleh kondisi ekonomi, sosial dan politik pada satu titik. Mereka juga mungkin internal, seperti pengaruh lingkungan, kekeringan parah atau banjir, atau perselisihan dengan pengaruh, tindakan-politik, atau eksternal dari perusahaan lain, seperti dengan efek meningkatkan dari globalisasi. Perubahan sosial merupakan fenomena universal yang terjadi pada tingkat yang berbeda dalam berbagai masyarakat dan konsekuensi yang berbeda untuk kelompok yang berbeda. Beberapa perubahan yang transenden, menciptakan revolusioner seperti yang terjadi dengan Revolusi Industri pada abad kedelapan belas.
Perubahan yang terjadi dalam masyarakat meliputi hal-hal yang sifatnya sangat kompleks. Ketika suatu perubahan terjadi maka akan menimbulkan perubahan-perubahan lainnya. Dari perubahan yang sifatnya sangat dasar yaitu perubahan pada kebudayaan material akan mempengaruhi pada tingkah laku, kemudian dari perubahan pola prilaku tersebut akan berpengaruh pada perubahan sistem ide atau sistem gagasan.
Perubahan pada kebudayaan materil akan nampak jelas pada perubahan wujud atau bentuk, dimana perubahan ini biasanya terjadi dengan adanya penemuan baru ataupun melalui cara inovasi. Perubahan ini termasuk perubahan yang waktunya relatif cepat (revolusi). Contohnya seperti perbahan bentuk dari yang sederhana kearah bentuk-bentuk yang bervariasi atau beragam, dari alat-alat tradisional ke mesin modern, dan sebagainya.
Perubahan wujud kebudayaan yang berikutnya adalah perubahan pada pola prilaku atau system tindakan. Perubahan ini terjadi tidak lepas dari pengaruh adanya perubahan pada wujud kebudayaan materi. System tindakan manusia yang bergeser disebabkan karena adanya perubahan pada alat-alat budaya yang digunakannya. Sebgai contoh pola prilaku petani setelah ditemukannya mesin traktor, mereka tidak perlu lagi bangun pagi-pagi pergi kesawah untuk mencangkul sawahnya. Para petani sekarang bisa mengarap sawahnya disiang hari dengan menggunakan traktor.
Pola prilaku manusia yang telah bergeser dari sebelumnya juga akan berpengaruh pada perubahan cara berfikirnya, ideologi, maupun pandangan mengenai hidupnya. Perubahan ini sifatnya sangat mendasar seehingga memerlukan jangka waktu yang relative lama (evolusi) untuk mencapai sebuah perubahan. Secara kasat mata perubahan ini tidak terlihat jelas seperti pada perubahan-perubahan lainnya. Diperlukan sudut pandang subjektif dari berbgai individu maupun masyarakat untuk mendapatkan data yang jelas sehingga dapat menjelaskan bahwa dalam suatu masyarakat telah terjadi perubahan system ide atau gagasan. System ide atau gagasan ini meliputi makna-makna dari suatu barang simbolik, pola pikir individu, dan keterbukaan individu terhadap budaya-budaya baru.
Dari ketiga wujud budaya tersebut, saya belajar untuk menginterpretasikan melalui bentuk-bentuk perubahan yang terjadi dalam lingkungan sekitar saya  yaitu kampus dan masyarakat umum. Salah satu yang menjadi analisis saya yaitu perubahan bentuk (materil), pola prilaku, motivasi, dan makna dalam pemakaian jilbab dengan menggunakan Teori Fungsionalis oleh William F. Ogburn.

2.      Perubahan Mode Jilbab Mempengaruhi Fungsinya (Kasus)
Akhir-akhir ini di rombel 2 jurusan Sosiologi dan Antropologi, UNNES, terjadi banyak perubahan, mulai dari cara mahasiswa berpakain maupun cara mereka berpikir. Salah satu wujud nyata perubahan tersebut adalah individu-individu mahasiswi yang dulunya tidak memakai jilbab baru-baru ini mulai mengenakan kerudung atau jilbab. Perubahan ini terjadi secara bertahap dari satu individu ke individu yang lainnya, sebenarnya ada apa dibalik kenyataan itu?. Mungkinkah mereka benar-benar ingin mendekatkan diri pada sang maha Esa dengan cara mengenakan jilbab?, atau adakah faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk mengenakan kerudung atau jilbab?.
Pada dasarnya mengenakan jilbab dilakukan oleh muslimah sebagai wujud taqwa atas perintah Allah dalam Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Melihat kenyataan yang terjadi sekarang ini, mereka yang sudah berjilbab ataupun yang baru-baru ini mengenakan jilbab, masih mengenakan pakaian yang menyerupai laki-laki, celana dan baju ketat menunjukan bentuk tubuh mereka, dimana seharusnya ini dilarang oleh agama islam. Bahkan mereka juga menyadari bahwa kerudung atau jilbab yang mereka pakai itu tidak sesuai dengan jilbab yang dianjurkan oleh agama islam.
Mode dari jilbab yang digunakan para mahasiswi ini bentuknya bervariasi, ada yang disebut jilbab kaos atau jilbab jeblosan (jilbab langsung pakai), pasmina (jilbab panjang dengan berbagai macam motive), paris  (jilbab polos segi empat), maroko, dan lainnya. Beragam macam dan jenis jilbab dikenakan oleh mereka, dari yang hanya berjilbab ala kadarnya dengan bahan yang tipis dan masih keliahatan rambutnya sampai jilbab syari yang menutup penuh aurat mereka.
Kebiasaan masyarakat atau khususnya mahasiswa yang termakan jaman menjadikan mereka gandrung trend fashion yang sedang “hits” saat ini, tidak peduli lagi dengan fungsi jilbab itu sendiri. Tidak usah heran apabila kita temukan di sebuah artikel majalah fashion remaja wanita yang mengulas bagaimana jilbab juga bisa tetap mengikuti trend fashion saat ini dengan aksesoris juga jenis baju/celana yang jauh dari busana muslimah (jilbab) ideal yang sesungguhnya.
Walaupun sering dipaksakan namun pada kenyataanya para wanita muslimah di masyarakat kita banyak yang mengikuti trend tersebut. Entah karena takut ketinggalan jaman atau sekedar hanya ikut-ikutan karena kurangnya pemahaman yang menyeluruh akan artinya jilbab di dalam agama kita.
Pergeseran makna dari jilbab, juga merupakan hal yang menarik untuk di kaji dari sejarah perkembangan jilbab di Indonesia. Jilbab mulai lazim dipakai di Indonesia sekitar tahun 1980-an, di mana saat itu terjadi peritiwa revolusi besar di Iran ketika Imam Khomeini berhasil menggusur Reza Pahlevi yang dipopulerkan sebagai antek dunia Barat di Timur Tengah. Khomeini menjadi lambang kemenangan Islam terhadap boneka Barat. Simbol-simbol kekuatan Khomeini, seperti foto Imam Khomeini dan komunitas Black Veil menjadi tren di kalangan generasi muda Islam seluruh dunia. Semenjak itu jilbab mulai menghiasi kampus dunia Islam, tidak terkecuali Indonesia. Jika kita menggunakan Konsep Triadic Peirce, jilbab pada zaman tersebut dapat di
jabarkan sebagai berikut:
Sign Vehicle ------- Jilbab
Sense          -------- Muslim
Referent      -------- Kemenangan islam terhadap barat, kebanggaan menjadi orang Islam.
Seiring dengan perubahan zaman, walaupun jilbab masih menjadi simbol dari Islam, namun penafsiran terhadap makna jilbab dalam masyarakat Indonesia pun mengalami perubahan. Pada tahun 1990an, jilbab identik dengan perempuan baik-baik  yang santun, ramah, berbudaya. Para penggunanya terbatas pada perempuan kalangan yang tinggi tingkat religiusitasnya. Setelah itu, para ibu-ibu pejabat-pun (diikuti oleh Ibu-ibu pejabat bawahanya)  berlomba-lomba untuk memakai jilbab untuk menciptakan kesan perempuan yang demikian. Bahkan jilbab telah menjadi tren bagi mereka. Akan ganjil rasanya jika melihat istri pejabat yang beragama Islam untuk tidak menggunakan jilbab.
Menginjak awal abad ke-21, jilbab telah menjadi sebuah tren dalam dunia mode, dengan modifikasi di sana-sini (bahkan mungkin telah melenceng dari konsep dasarnya), para perempuan eksekutif muda pun dan para ABG nyaman untuk memakainya. Meminjam istilah Dr. Sawirman, saat ini makna jilbab telah mengalami pseudo/false identity (identitas tipuan) , di mana para pengguna jilbab masih menginginkan untuk menunjukkan kesan sebagai perempuan baik-baik  yang santun, ramah, berbudaya namun disisi lain mereka bukan perempuan dengan tipe tersebut. Kebutuhan untuk dianggap “baik” di dalam masyarakatlah yang mendorong sebagian perempuan untuk menggunakan jilbab. Perda-perda mengenai peraturan penggunaan jilbab di sekolah-sekolah pun mulai ramai digalakkan di berbagai daerah, terutama yang mayoritas Muslim penduduknya untuk meningkatkan kesadaran remaja akan ilmu agama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Jilbab sebagai simbol Islam telah memberi pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat.

3.      ANALISIS
A.    Perubahan Fungsi Jilbab sebagai Perubahan Sosial
Pada awalnya, jilbab berfungsi untuk menutup aurat yang harus dikenakana secara konsisten, akan tetapi dari hasil observasi ditemukan adanya pergeseran fungsi jilbab yang dikenakan oleh mahasiswi saat ini. Jilbab dipakai karena praktis, hemat dan modis dengan keragaman variasi. Hal ini menunjukan adanya perubahan yang terjadi dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Selo Soemarjan, perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi system sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263).
Perubahan dari pergeseran fungsi jilbab yang sampai di kalangan mahasiswi yaitu terletak pada orientasi pemakaian jilbab serta perubahan pada nilai, sikap dan pola prilaku individu pemakai jilbab yang diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai islam ke dalam diri sehingga lebih baik dari individu-individu yang tidak memakai jilbab.
Perubahan lain nampak pada cara pandang individu terhadap pakaian jilbab yang semakin mudah diterima.  Dengan variasi model jilbab saat ini semakin memberikan kemudahan kepada individu pemakai jilbab untuk memilih jenis jilbab yang akan dipakai. Indahnya variasi dalam busana jilbab menjadikan tampilan individu pemakai jilbab menjadi lebih cantik dan rapi. Dengan demikian pandangan kuno terhadap jilbab berangsur hilang, serta penggunaan jilbab menjadi makin meningkat.
Meningkatnya jumlah pemakai jilbab, khususnya di kalangan mahasiswi, menunjukan adanya perubahan kondisi masyarakat sebagai akibat dari kemajuan kemampuan manusia dalam menemukan hal baru yang diminati  masyarakat yaitu melalui kemampuan mendesain model jilbab yang menarik individu untuk memakai. Hal ini sesuai dengan konsep perubahan sosial yang dijelaskan oleh Gillil dan Gillin yang mengatakan bahwa perubahan sosial  sebagai bagian variasi-variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan material,komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya difusi ataupun penemuan baru dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263).
Dari teori yang dikemukakan oleh Gillil dan Gillin, menunjukan pada contoh jilbab yang digunakan oleh mahasiswi di lingkungan kampus, khususnya di rombel dua jurusan sosiologi dan antropologi, model dan bentuk jilbab sangat beragam. Jenis model jilbab yang banyak dipakai oleh mahassiswi antara lain jilbab kaos atau jilbab jeblosan (jilbab langsung pakai), jilbab kecil dengan dimasukan ke dalam baju hem, jilbab kecil dililitkan leher yang dipadukan dengan kaos pendek berdeker serta celana panjang. Sedangkan jika dilihat dari kriteria jilbab yang dikemukakan oleh Syeikh Muhammad Nashirudin Al Bani ada tujuh yaitu (1) menutup seluru tubuh kecuali muka dan telapak tangan, (2) bukan berfungsi sebagai model pakaian, (3) kain tebal tidak transparan, (4) longgar atau tidak ketat dan tidak membentuk lekuk tubuh, (5) tidak menyerupai pakaian laki-laki, (6) tidak menyerupai pakaian jahiliyah, (7) bukan pakaian popularitas. Dengan demikian bentuk dan jenis jilbab yang dipakai oleh sebagian besar mahasiswi sekarang ini belum sesuai dengan aturan syari’at islam. Pada dasarnya variasi jilbab tidak menjadi permasalahan selama dalam pembuatan model jilbab memperhatikan aturan kriteria jilbab yang sesuai dengan ajaran islam.
Hasil observasi saya menunjukan bahwa penggunaan jilbab yang dilakukan oleh mahasiswi pada saat ini telah mengalami pergeseran fungsi. Walapun jilbab sudah banyak dipakai dan jumlahnyapun makin meningkat dari waktu ke waktu oleh sebagian besar mahasiswi tetapi bentuk dari jilbab yang dipakai belum memenuhi kriteria aturan jilbab yang sesuai dengan ajaran islam. Seperti halnya jilbab yang digunakan oleh sebagian besar mahasiswi rombel dua Jurusan Sosiologi dan Antropologi Universitas Negeri Semarang dan masyarakat Indonesia pada umumnya.


B.     Perubahan Mode Jilbab dan Pengaruhnya Sudut Pandang Teori Fungsionalis
William F. Ogburn, mengemukakan bahwa ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsure-unsur immaterial (Soerjono Soekanto 2006:262). Dari definisi tersebut dapat digambarkan melalui perubahan model jilbab (materil) dan pengaruhnya terhadap pola prilaku, motivasi, dan makna (immaterial) pemakaian jilbab.
Melihat perkembangan jilbab yang ada di Indonesia menunjukan dimana perubahan terjadi dari tahap ke tahap dengan kurun waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pandangan para penganut Teori Fungsionalis. Mereka  lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William Ogburn. Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan anggota kelompok masyarakat.
Perkembangan jilbab pada masyarakat Indonesia merupakan perubahan yang terjadi secara bertahap dari waktu ke waktu. Perubahan pada mode jilbab sebagai akibat adanya kemampuan manusia dalam bentuk inovasi kebudayaan (jilbab). Perubahan bentuk jilbab dari bentuk-bentuk sederhana yang masih sesuai dengan ajaran islam bergeser kedalam bentuk mode yang simple, praktis, dan lebih mengutamakan aspek keindahan daripada jilbab sebagai penutup aurat.
 Perubahan jilbab tersebut pada dasarnya telah mengacaukan hukum -hukum islam yang ada di dalam masyarakat. Jilbab-jilbab yang beredar dalam masyarakat tidak dapat lagi dikatakan sebagai alat untuk menutup aurat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan mode jilbab yang semakin bervariasi tersebut memberikan banyak manfaat dalam masyarakat (mempercantik penampilan, praktis, sopan, dsb) sehingga jilbab tersebut dapat terintegrasi atau diterima di kalangan masyarakat.
Mode jilbab yang modis dan beragam selain diterima dalam masyarakat, juga meningkatkan jumlah pemakainya. Modelnya yang semakin bervariasi dan modis menyebabkan individu-individu dalam masyarakat ingin mengenakannya. Apalagi sekarang ini dengan cuaca yang panas, sebagian mahasiswi mengenakan jilbab saat pergi kuliah dengan alasan agar tidak panas. Hal ini membuktikan bahwa jilbab di zaman sekarang memiliki banyak fungsi. Tidak peduli fungsi awal (sebagai penutup aurat), perkembangan jilbab mampu melewati tahapan kritis (kurang diterima oleh masyarakat karena dianggap melanggar syari’at islam), namun karena perubahan jilbab baru lebih fungsional dari yang sebelumnya, sehingga jilbab tersebut dapat diterima masyarakat dengan baik.
Perubahan mode jilbab (kebudayaan materi) telah merubah pola prilaku manusia dan kemudian pola pikirnya (ide/gagasan). Perubahan dalam kebudayaan materi (mode jilbab) dari bentuk yang sederhana (dimana bentuk jilbab masih sesuai dengan ajaran nilai-nilai islam) ke dalam bentuk yang lebih kompleks dan bervariasi sehingga menyimpang dari ajaran islam, menyebabkan pola prilaku dari manusia yang mengenakan jilbab tersebut menjadi bergeser serta pola pikir terhadap makna yang ada dalam penggunaan jilbab juga berubah.
Pergeseran prilaku pemakai jilbab, dimana dahulu pemakai jilbab adalah wanita yang beretika baik, segala prilakunya mencerminkan seorang muslim yang taat pada agama. Cara berpakaian mereka benar-benar menutup aurat sebagaimana dianjurkan oleh syari’at islam. Melihat kenyataan yang terjadi, sekarang ini prilaku pemakai jilbab sudah tidak lagi menunjukan bahwa jilbab itu sebagai symbol keimanan. Mereka yang mengenakan jilbab masih menggunakan pakaian-pakaian ketat sehingga kelihatan bentuk tubuhnya. Prilaku seseorang yang mengenakan jilbab hampir tidak ada bedanya dengan mereka yang tidak berjilbab.
Konsep perubahan yang terjadi pada perubahan mode jilbab, sebagai berikut;
Up Arrow: •
Kebudayaan Materil; mode jilbab
Pola prilaku/ system prilaku pemakai jilbab
Ide/Gagasan; cara berpikir, motivasi, makna jilbab
                                                                                         
                                                                                         
                                                                             
                                                                              Arah Perubahan

Perubahan bentuk model jilbab dari bentuk sederhana keararah yang lebih kompleks, terhambat oleh adanya nilai-nilai ajaran islam yang ada di masyarakat. Dimana model jilbab baru menyebabkan permasalahan dalam masyarakat, karena dianggap sudah menyimpang dari fungsinya sebagai penutup aurat wanita. Namun karena fungsi jilbab yang baru ternyata lebih fungsional daripada jilbab yang sebelumnya maka mode jilbab yang bervariasi tersebut dapat terintegrasi dalam masyarakat.
Ketika mode jilbab yang baru dapat diterima oleh masyarakat, maka akan berpengaruh pada perubahan-perubahan yang sifatnya immaterial seperti pola prilaku pemakai jilbab, peningkatan jumlah pengguna jilbab, motivasi, dan makna yang ada dalam jilbab itu sendiri. Hal ini dapat dilakukan dengan penelitian yang obyektif terhadap hokum-hukum yang ada di masyarakat, memberikan gambaran perubahan sosial dan kebudayaan. Pergeseran nilai, norma dan budaya dalam masyarakat dapat dipahami dengan urutan waktu, dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya.
Meskipun masyarakat relative stabil namun perubahan sosial dan budaya akan tetap terjadi, dan pengaruhnya yang ditimbulkan oleh perubahan material akan lebih luas daripada perubahan material itu sendiri. Hal tersebut dapat digambarkan dengan contoh prubahan mode jilbab yang telah mempengaruhi aspek-aspek sosial budaya immaterial yang sifatnya sangat luas.
  
4.      Simpulan
Penggunaan jilbab pada saat ini telah mengalami pergeseran fungsi, jilbab dipakai karena kepraktisan dalam pemakaiannya. Hal ini jika dikaitkan dengan fungsi awal jilbab yaitu untuk menutup aurat wanita kecuali muka dan telapak tangan, dengan memperhatikan aturan kriteria yang diatur dalam syari’at islam, akan tetapi pada saat ini kurang diperhatikan oleh individu pemakai jilbab. Pada dasarnya perkembangan jilbab saat ini makin variatif tidak menjadikan permasalahan ketika masih memperhatikan prinsip-prinsip kriteria penggunaan jilbab yang sesuai dengan ketentuan dalam ajaran syari’at islam.
Perubahan mode jilbab menyebabkan konflik dalam masyarakat, namun karena perubahan tersebut lebih fungsional dari sebelumnya sehingga perubahan dapat diterima oleh masyarakat. Mode jilba baru yang telah terintegrasi dalam masyarakat, memerpengaruhi pada perubahan-perubahan yang sifatnya immaterial seperti pola prilaku pemakai jilbab, peningkatan jumlah pengguna jilbab, motivasi, dan makna yang ada dalam jilbab itu sendiri.

Sumber Bacaan
Ø  Sosiologi Suatu Pengantar. Soerjono Soekanto. 2006.
Ø  Teori-teori Sosiologi Klasik dan Modern. Doyle Paul Johnson. 1986.
Ø  Pengantar Ilmu Antropologi. Koentjaraningrat. 2000.
Ø  firmanhdyt@yahoo.com. Jilbab sebagi sebuah symbol. Oleh: Firman Hidayat. Diunduh pada 24 juni. Pukul 19:50
Ø  http//:pengertian-berjilbab. Homepage Sakinah. Dunduh 24 Juni. Pukul 19:52.
Ø  Mengapa muslim harus berjilbab. Diposkan oleh Muhammad Abduh Tuasikal. Diunduh 24 Juni. Pukul 19:53.
Ø  arbz_1990@yahoo.co.id oleh Rizki Febriansyah, diunduh pada 24 juni. 19.43
Ø  MuslimBusana.com. diunduh pada 2 juli. pukul 20.21.
Ø  http://www.bukanmuslimahbiasa.com/ Diposkan oleh Badrut Tamam Hikmawan Fauzi di 08:47 diunduh pada 2 juli 20.25.
Ø  Media belajar sosiologi. Teori-teori Perubahan Sosial. Diposkan oleh Achmad Alfin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar