Perubahan Mode Jilbab dan
Pengaruhnya Terhadap Makna Pemakaian Jilbab
1.
Pendahuluan
Masyarakat
itu dinamis dan yang statis itu adalah perubahannya. Artinya bahwa masyarakat
senantiasa bergerak menuju suatu perubahan, tidak ada satupun masyarakat yang
tidak mengalami perubahan, dan perubahan itu akan selalu ada dalam masyarakat.
Perubahn yang ada dalam masyarakat disebut juga sebagai perubahan sosial dan
budaya. Karena pada dasarnya masyarakat dan kebudayaan adalah dua hal yang
tidak dapat dipisahkan. Tidak ada masyarakat tanpa kebudayaan, begitupun
sebaliknya budaya merupakan hasil dari masyarakat.
Perubahan
sosial adalah perubahan dalam struktur masyarakat yang dibentuk oleh
nilai-nilai etika dan budaya, norma, simbol dan produk budaya, yang disebabkan
karena kekuatan internal dan eksternal (banyaknya faktor) dalam perkembangan
sejarah, yang mempengaruhi cara kita hidup dan melihat dunia dari orang-orang
dalam kelompok sosial, dan dianggap oleh ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi ,
antropologi , ekonomi, politik dan sejarah.
Faktor-faktor
subjektif dapat dibentuk oleh ideologi individu dan kelompok, atau target, yang
diberikan oleh kondisi ekonomi, sosial dan politik pada satu titik. Mereka juga
mungkin internal, seperti pengaruh lingkungan, kekeringan parah atau banjir,
atau perselisihan dengan pengaruh, tindakan-politik, atau eksternal dari
perusahaan lain, seperti dengan efek meningkatkan dari globalisasi. Perubahan
sosial merupakan fenomena universal yang terjadi pada tingkat yang berbeda
dalam berbagai masyarakat dan konsekuensi yang berbeda untuk kelompok yang
berbeda. Beberapa perubahan yang transenden, menciptakan revolusioner seperti
yang terjadi dengan Revolusi Industri pada abad kedelapan belas.
Perubahan yang terjadi dalam
masyarakat meliputi hal-hal yang sifatnya sangat kompleks. Ketika suatu
perubahan terjadi maka akan menimbulkan perubahan-perubahan lainnya. Dari perubahan
yang sifatnya sangat dasar yaitu perubahan pada kebudayaan material akan
mempengaruhi pada tingkah laku, kemudian dari perubahan pola prilaku tersebut
akan berpengaruh pada perubahan sistem ide atau sistem gagasan.
Perubahan pada kebudayaan materil
akan nampak jelas pada perubahan wujud atau bentuk, dimana perubahan ini
biasanya terjadi dengan adanya penemuan baru ataupun melalui cara inovasi.
Perubahan ini termasuk perubahan yang waktunya relatif cepat (revolusi).
Contohnya seperti perbahan bentuk dari yang sederhana kearah bentuk-bentuk yang
bervariasi atau beragam, dari alat-alat tradisional ke mesin modern, dan
sebagainya.
Perubahan wujud kebudayaan yang
berikutnya adalah perubahan pada pola prilaku atau system tindakan. Perubahan
ini terjadi tidak lepas dari pengaruh adanya perubahan pada wujud kebudayaan
materi. System tindakan manusia yang bergeser disebabkan karena adanya perubahan
pada alat-alat budaya yang digunakannya. Sebgai contoh pola prilaku petani
setelah ditemukannya mesin traktor, mereka tidak perlu lagi bangun pagi-pagi
pergi kesawah untuk mencangkul sawahnya. Para petani sekarang bisa mengarap
sawahnya disiang hari dengan menggunakan traktor.
Pola prilaku manusia yang telah
bergeser dari sebelumnya juga akan berpengaruh pada perubahan cara berfikirnya,
ideologi, maupun pandangan mengenai hidupnya. Perubahan ini sifatnya sangat
mendasar seehingga memerlukan jangka waktu yang relative lama (evolusi) untuk
mencapai sebuah perubahan. Secara kasat mata perubahan ini tidak terlihat jelas
seperti pada perubahan-perubahan lainnya. Diperlukan sudut pandang subjektif
dari berbgai individu maupun masyarakat untuk mendapatkan data yang jelas
sehingga dapat menjelaskan bahwa dalam suatu masyarakat telah terjadi perubahan
system ide atau gagasan. System ide atau gagasan ini meliputi makna-makna dari
suatu barang simbolik, pola pikir individu, dan keterbukaan individu terhadap budaya-budaya
baru.
Dari ketiga wujud budaya tersebut,
saya belajar untuk menginterpretasikan melalui bentuk-bentuk perubahan yang
terjadi dalam lingkungan sekitar saya
yaitu kampus dan masyarakat umum. Salah satu yang menjadi analisis saya
yaitu perubahan bentuk (materil), pola prilaku, motivasi, dan makna dalam
pemakaian jilbab dengan menggunakan Teori Fungsionalis oleh William F. Ogburn.
2.
Perubahan
Mode Jilbab Mempengaruhi Fungsinya (Kasus)
Akhir-akhir ini di rombel 2 jurusan
Sosiologi dan Antropologi, UNNES, terjadi banyak perubahan, mulai dari cara
mahasiswa berpakain maupun cara mereka berpikir. Salah satu wujud nyata
perubahan tersebut adalah individu-individu mahasiswi yang dulunya tidak
memakai jilbab baru-baru ini mulai mengenakan kerudung atau jilbab. Perubahan
ini terjadi secara bertahap dari satu individu ke individu yang lainnya,
sebenarnya ada apa dibalik kenyataan itu?. Mungkinkah mereka benar-benar ingin
mendekatkan diri pada sang maha Esa dengan cara mengenakan jilbab?, atau adakah
faktor lain yang mempengaruhi mereka untuk mengenakan kerudung atau jilbab?.
Pada dasarnya mengenakan jilbab
dilakukan oleh muslimah sebagai wujud taqwa atas perintah Allah dalam Al-Quran
surat Al-Ahzab ayat 59: “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu,
anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka
lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Melihat kenyataan yang terjadi
sekarang ini, mereka yang sudah berjilbab ataupun yang baru-baru ini mengenakan
jilbab, masih mengenakan pakaian yang menyerupai laki-laki, celana dan baju
ketat menunjukan bentuk tubuh mereka, dimana seharusnya ini dilarang oleh agama
islam. Bahkan mereka juga menyadari bahwa kerudung atau jilbab yang mereka
pakai itu tidak sesuai dengan jilbab yang dianjurkan oleh agama islam.
Mode dari jilbab yang digunakan
para mahasiswi ini bentuknya bervariasi, ada yang disebut jilbab kaos atau
jilbab jeblosan (jilbab langsung pakai), pasmina (jilbab panjang dengan
berbagai macam motive), paris (jilbab
polos segi empat), maroko, dan lainnya. Beragam macam dan jenis jilbab dikenakan oleh mereka, dari
yang hanya berjilbab ala kadarnya dengan bahan yang tipis dan masih keliahatan
rambutnya sampai jilbab syari yang menutup penuh aurat mereka.
Kebiasaan masyarakat atau khususnya
mahasiswa yang termakan jaman menjadikan mereka gandrung trend fashion yang
sedang “hits” saat ini, tidak peduli lagi dengan fungsi jilbab itu sendiri.
Tidak usah heran apabila kita temukan di sebuah artikel majalah fashion remaja
wanita yang mengulas bagaimana jilbab juga bisa tetap mengikuti trend fashion
saat ini dengan aksesoris juga jenis baju/celana yang jauh dari busana muslimah
(jilbab) ideal yang sesungguhnya.
Walaupun
sering dipaksakan namun pada kenyataanya para wanita muslimah di masyarakat
kita banyak yang mengikuti trend tersebut. Entah karena takut ketinggalan jaman
atau sekedar hanya ikut-ikutan karena kurangnya pemahaman yang menyeluruh akan
artinya jilbab di dalam agama kita.
Pergeseran makna dari jilbab, juga
merupakan hal yang menarik untuk di kaji dari sejarah perkembangan jilbab di
Indonesia. Jilbab mulai lazim dipakai di Indonesia sekitar tahun 1980-an, di
mana saat itu terjadi peritiwa revolusi besar di Iran ketika Imam Khomeini
berhasil menggusur Reza Pahlevi yang dipopulerkan sebagai antek dunia Barat di
Timur Tengah. Khomeini menjadi lambang kemenangan Islam terhadap boneka Barat. Simbol-simbol
kekuatan Khomeini, seperti foto Imam Khomeini dan komunitas Black Veil
menjadi tren di kalangan generasi muda Islam seluruh dunia. Semenjak itu jilbab
mulai menghiasi kampus dunia Islam, tidak terkecuali Indonesia. Jika kita
menggunakan Konsep Triadic Peirce, jilbab pada zaman tersebut dapat di
jabarkan sebagai berikut:
Sign Vehicle ------- Jilbab
Sense
-------- Muslim
Referent
-------- Kemenangan islam terhadap
barat, kebanggaan menjadi orang Islam.
Seiring dengan perubahan zaman,
walaupun jilbab masih menjadi simbol dari Islam, namun penafsiran terhadap
makna jilbab dalam masyarakat Indonesia pun mengalami perubahan. Pada tahun
1990an, jilbab identik dengan perempuan baik-baik yang santun, ramah, berbudaya.
Para penggunanya terbatas pada perempuan kalangan yang tinggi tingkat
religiusitasnya. Setelah itu, para ibu-ibu pejabat-pun (diikuti oleh Ibu-ibu
pejabat bawahanya) berlomba-lomba untuk memakai jilbab untuk menciptakan
kesan perempuan yang demikian. Bahkan jilbab telah menjadi tren bagi mereka.
Akan ganjil rasanya jika melihat istri pejabat yang beragama Islam untuk tidak
menggunakan jilbab.
Menginjak awal abad ke-21, jilbab
telah menjadi sebuah tren dalam dunia mode, dengan modifikasi di sana-sini
(bahkan mungkin telah melenceng dari konsep dasarnya), para perempuan eksekutif
muda pun dan para ABG nyaman untuk memakainya. Meminjam istilah Dr. Sawirman,
saat ini makna jilbab telah mengalami pseudo/false identity (identitas
tipuan) , di mana para pengguna jilbab masih menginginkan untuk menunjukkan
kesan sebagai perempuan baik-baik yang santun, ramah, berbudaya namun
disisi lain mereka bukan perempuan dengan tipe tersebut. Kebutuhan untuk
dianggap “baik” di dalam masyarakatlah yang mendorong sebagian perempuan untuk
menggunakan jilbab. Perda-perda mengenai peraturan penggunaan jilbab di
sekolah-sekolah pun mulai ramai digalakkan di berbagai daerah, terutama yang
mayoritas Muslim penduduknya untuk meningkatkan kesadaran remaja akan ilmu
agama dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Jilbab sebagai simbol Islam
telah memberi pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat.
3.
ANALISIS
A.
Perubahan
Fungsi Jilbab sebagai Perubahan Sosial
Pada awalnya, jilbab berfungsi
untuk menutup aurat yang harus dikenakana secara konsisten, akan tetapi dari
hasil observasi ditemukan adanya pergeseran fungsi jilbab yang dikenakan oleh
mahasiswi saat ini. Jilbab dipakai karena praktis, hemat dan modis dengan
keragaman variasi. Hal ini menunjukan adanya perubahan yang terjadi dalam
masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Selo Soemarjan, perubahan sosial
adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang
mempengaruhi system sosial, termasuk didalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
prilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263).
Perubahan dari pergeseran fungsi
jilbab yang sampai di kalangan mahasiswi yaitu terletak pada orientasi
pemakaian jilbab serta perubahan pada nilai, sikap dan pola prilaku individu
pemakai jilbab yang diharapkan mampu menginternalisasi nilai-nilai islam ke
dalam diri sehingga lebih baik dari individu-individu yang tidak memakai
jilbab.
Perubahan lain nampak pada cara
pandang individu terhadap pakaian jilbab yang semakin mudah diterima. Dengan variasi model jilbab saat ini semakin
memberikan kemudahan kepada individu pemakai jilbab untuk memilih jenis jilbab
yang akan dipakai. Indahnya variasi dalam busana jilbab menjadikan tampilan
individu pemakai jilbab menjadi lebih cantik dan rapi. Dengan demikian
pandangan kuno terhadap jilbab berangsur hilang, serta penggunaan jilbab
menjadi makin meningkat.
Meningkatnya jumlah pemakai jilbab,
khususnya di kalangan mahasiswi, menunjukan adanya perubahan kondisi masyarakat
sebagai akibat dari kemajuan kemampuan manusia dalam menemukan hal baru yang
diminati masyarakat yaitu melalui
kemampuan mendesain model jilbab yang menarik individu untuk memakai. Hal ini
sesuai dengan konsep perubahan sosial yang dijelaskan oleh Gillil dan Gillin
yang mengatakan bahwa perubahan sosial
sebagai bagian variasi-variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima,
baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis, kebudayaan
material,komposisi penduduk, ideology, maupun karena adanya difusi ataupun
penemuan baru dalam masyarakat (Soerjono Soekanto 2006:263).
Dari teori yang dikemukakan oleh
Gillil dan Gillin, menunjukan pada contoh jilbab yang digunakan oleh mahasiswi
di lingkungan kampus, khususnya di rombel dua jurusan sosiologi dan
antropologi, model dan bentuk jilbab sangat beragam. Jenis model jilbab yang
banyak dipakai oleh mahassiswi antara lain jilbab kaos atau jilbab jeblosan
(jilbab langsung pakai), jilbab kecil dengan dimasukan ke dalam baju hem,
jilbab kecil dililitkan leher yang dipadukan dengan kaos pendek berdeker serta
celana panjang. Sedangkan jika dilihat dari kriteria jilbab yang dikemukakan
oleh Syeikh Muhammad Nashirudin Al Bani ada tujuh yaitu (1) menutup seluru
tubuh kecuali muka dan telapak tangan, (2) bukan berfungsi sebagai model
pakaian, (3) kain tebal tidak transparan, (4) longgar atau tidak ketat dan
tidak membentuk lekuk tubuh, (5) tidak menyerupai pakaian laki-laki, (6) tidak
menyerupai pakaian jahiliyah, (7) bukan pakaian popularitas. Dengan demikian
bentuk dan jenis jilbab yang dipakai oleh sebagian besar mahasiswi sekarang ini
belum sesuai dengan aturan syari’at islam. Pada dasarnya variasi jilbab tidak
menjadi permasalahan selama dalam pembuatan model jilbab memperhatikan aturan
kriteria jilbab yang sesuai dengan ajaran islam.
Hasil observasi saya menunjukan
bahwa penggunaan jilbab yang dilakukan oleh mahasiswi pada saat ini telah
mengalami pergeseran fungsi. Walapun jilbab sudah banyak dipakai dan
jumlahnyapun makin meningkat dari waktu ke waktu oleh sebagian besar mahasiswi
tetapi bentuk dari jilbab yang dipakai belum memenuhi kriteria aturan jilbab
yang sesuai dengan ajaran islam. Seperti halnya jilbab yang digunakan oleh
sebagian besar mahasiswi rombel dua Jurusan Sosiologi dan Antropologi
Universitas Negeri Semarang dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
B.
Perubahan
Mode Jilbab dan Pengaruhnya Sudut Pandang Teori Fungsionalis
William F. Ogburn, mengemukakan
bahwa ruang lingkup perubahan sosial meliputi unsur-unsur kebudayaan baik yang
material maupun yang immaterial, yang ditekankan adalah pengaruh besar
unsur-unsur kebudayaan material terhadap unsure-unsur immaterial (Soerjono
Soekanto 2006:262). Dari definisi tersebut dapat digambarkan melalui perubahan
model jilbab (materil) dan pengaruhnya terhadap pola prilaku, motivasi, dan
makna (immaterial) pemakaian jilbab.
Melihat perkembangan jilbab yang ada
di Indonesia menunjukan dimana perubahan terjadi dari tahap ke tahap dengan
kurun waktu yang cukup lama. Hal ini sesuai dengan pandangan para
penganut Teori Fungsionalis. Mereka
lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang konstan dan tidak
memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang mengacaukan
keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu
telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata
bermanfaat, maka perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh
masyarakat, tetapi apabila terbukti disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan
akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William Ogburn. Secara lebih ringkas,
pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.
a.
Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b.
Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
c.
Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d.
Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di
kalangan anggota kelompok masyarakat.
Perkembangan jilbab pada masyarakat
Indonesia merupakan perubahan yang terjadi secara bertahap dari waktu ke waktu.
Perubahan pada mode jilbab sebagai akibat adanya kemampuan manusia dalam bentuk
inovasi kebudayaan (jilbab). Perubahan bentuk jilbab dari bentuk-bentuk
sederhana yang masih sesuai dengan ajaran islam bergeser kedalam bentuk mode
yang simple, praktis, dan lebih mengutamakan aspek keindahan daripada jilbab
sebagai penutup aurat.
Perubahan jilbab tersebut pada dasarnya telah
mengacaukan hukum -hukum islam yang ada di dalam masyarakat. Jilbab-jilbab yang
beredar dalam masyarakat tidak dapat lagi dikatakan sebagai alat untuk menutup
aurat. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan mode jilbab yang semakin
bervariasi tersebut memberikan banyak manfaat dalam masyarakat (mempercantik
penampilan, praktis, sopan, dsb) sehingga jilbab tersebut dapat terintegrasi
atau diterima di kalangan masyarakat.
Mode jilbab yang modis dan beragam
selain diterima dalam masyarakat, juga meningkatkan jumlah pemakainya. Modelnya
yang semakin bervariasi dan modis menyebabkan individu-individu dalam
masyarakat ingin mengenakannya. Apalagi sekarang ini dengan cuaca yang panas,
sebagian mahasiswi mengenakan jilbab saat pergi kuliah dengan alasan agar tidak
panas. Hal ini membuktikan bahwa jilbab di zaman sekarang memiliki banyak
fungsi. Tidak peduli fungsi awal (sebagai penutup aurat), perkembangan jilbab
mampu melewati tahapan kritis (kurang diterima oleh masyarakat karena dianggap
melanggar syari’at islam), namun karena perubahan jilbab baru lebih fungsional
dari yang sebelumnya, sehingga jilbab tersebut dapat diterima masyarakat dengan
baik.
Perubahan mode jilbab (kebudayaan
materi) telah merubah pola prilaku manusia dan kemudian pola pikirnya
(ide/gagasan). Perubahan dalam kebudayaan materi (mode jilbab) dari bentuk yang
sederhana (dimana bentuk jilbab masih sesuai dengan ajaran nilai-nilai islam)
ke dalam bentuk yang lebih kompleks dan bervariasi sehingga menyimpang dari
ajaran islam, menyebabkan pola prilaku dari manusia yang mengenakan jilbab
tersebut menjadi bergeser serta pola pikir terhadap makna yang ada dalam
penggunaan jilbab juga berubah.
Pergeseran prilaku pemakai jilbab,
dimana dahulu pemakai jilbab adalah wanita yang beretika baik, segala
prilakunya mencerminkan seorang muslim yang taat pada agama. Cara berpakaian
mereka benar-benar menutup aurat sebagaimana dianjurkan oleh syari’at islam.
Melihat kenyataan yang terjadi, sekarang ini prilaku pemakai jilbab sudah tidak
lagi menunjukan bahwa jilbab itu sebagai symbol keimanan. Mereka yang
mengenakan jilbab masih menggunakan pakaian-pakaian ketat sehingga kelihatan
bentuk tubuhnya. Prilaku seseorang yang mengenakan jilbab hampir tidak ada
bedanya dengan mereka yang tidak berjilbab.
Konsep perubahan yang terjadi pada perubahan mode jilbab,
sebagai berikut;
Kebudayaan
Materil; mode jilbab
|
Pola
prilaku/ system prilaku pemakai jilbab
|
Ide/Gagasan;
cara berpikir, motivasi, makna jilbab
|
Arah
Perubahan
Perubahan bentuk model jilbab dari
bentuk sederhana keararah yang lebih kompleks, terhambat oleh adanya
nilai-nilai ajaran islam yang ada di masyarakat. Dimana model jilbab baru
menyebabkan permasalahan dalam masyarakat, karena dianggap sudah menyimpang
dari fungsinya sebagai penutup aurat wanita. Namun karena fungsi jilbab yang
baru ternyata lebih fungsional daripada jilbab yang sebelumnya maka mode jilbab
yang bervariasi tersebut dapat terintegrasi dalam masyarakat.
Ketika mode jilbab yang baru dapat
diterima oleh masyarakat, maka akan berpengaruh pada perubahan-perubahan yang
sifatnya immaterial seperti pola prilaku pemakai jilbab, peningkatan jumlah
pengguna jilbab, motivasi, dan makna yang ada dalam jilbab itu sendiri. Hal ini
dapat dilakukan dengan penelitian yang obyektif terhadap hokum-hukum yang ada
di masyarakat, memberikan gambaran perubahan sosial dan kebudayaan. Pergeseran
nilai, norma dan budaya dalam masyarakat dapat dipahami dengan urutan waktu,
dari suatu waktu tertentu ke waktu berikutnya.
Meskipun masyarakat relative stabil
namun perubahan sosial dan budaya akan tetap terjadi, dan pengaruhnya yang
ditimbulkan oleh perubahan material akan lebih luas daripada perubahan material
itu sendiri. Hal tersebut dapat digambarkan dengan contoh prubahan mode jilbab
yang telah mempengaruhi aspek-aspek sosial budaya immaterial yang sifatnya
sangat luas.
4.
Simpulan
Penggunaan
jilbab pada saat ini telah mengalami pergeseran fungsi, jilbab dipakai karena
kepraktisan dalam pemakaiannya. Hal ini jika dikaitkan dengan fungsi awal
jilbab yaitu untuk menutup aurat wanita kecuali muka dan telapak tangan, dengan
memperhatikan aturan kriteria yang diatur dalam syari’at islam, akan tetapi
pada saat ini kurang diperhatikan oleh
individu pemakai jilbab. Pada dasarnya perkembangan jilbab saat ini makin
variatif tidak menjadikan permasalahan ketika masih memperhatikan
prinsip-prinsip kriteria penggunaan jilbab yang sesuai dengan ketentuan dalam
ajaran syari’at islam.
Perubahan
mode jilbab menyebabkan konflik dalam masyarakat, namun karena perubahan
tersebut lebih fungsional dari sebelumnya sehingga perubahan dapat diterima
oleh masyarakat. Mode jilba baru yang telah terintegrasi dalam masyarakat, memerpengaruhi
pada perubahan-perubahan yang sifatnya immaterial seperti pola prilaku pemakai
jilbab, peningkatan jumlah pengguna jilbab, motivasi, dan makna yang ada dalam
jilbab itu sendiri.
Sumber Bacaan
Ø Sosiologi
Suatu Pengantar.
Soerjono Soekanto. 2006.
Ø Teori-teori
Sosiologi Klasik dan Modern.
Doyle Paul Johnson. 1986.
Ø Pengantar Ilmu Antropologi. Koentjaraningrat.
2000.
Ø firmanhdyt@yahoo.com.
Jilbab sebagi sebuah symbol. Oleh: Firman Hidayat. Diunduh pada 24 juni.
Pukul 19:50
Ø http//:pengertian-berjilbab. Homepage Sakinah.
Dunduh 24 Juni. Pukul 19:52.
Ø Mengapa
muslim harus berjilbab.
Diposkan oleh Muhammad Abduh Tuasikal. Diunduh 24 Juni. Pukul
19:53.
Ø MuslimBusana.com. diunduh pada 2 juli. pukul
20.21.
Ø http://www.bukanmuslimahbiasa.com/ Diposkan oleh Badrut Tamam Hikmawan
Fauzi di 08:47 diunduh pada 2 juli 20.25.
Ø Media
belajar sosiologi. Teori-teori Perubahan
Sosial. Diposkan oleh Achmad Alfin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar