Senin, 22 Oktober 2012

Konsep Pemikiran Emile Durkheim


Konsep Pemikiran Emile Durkheim

A. Biografi dan Karya
Nama                           : Emile Durkheim
Tempat Tanggal Lahir : Epinal ibukota Lorraine, Prancis, 15 April 1858
Meninggal                   : 15 November di Paris 1917.
Selamanya hidupnya Emile Durkheim menghasilkan beberapa karya :

1.      The Devision of Labour in Society (1893)
2.      Rules of Sociology Method (1895)
3.      Sucide (1897)
4.      The Elementary Forms of Religious Life (1912)

B. Teori dan Gagasan
Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer Durkheim adalah salah satu orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan dan keseimbangan masyarakat – suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.

1. Konsep Dasar Tentang Moderenitas
Respon Durkheim terhadap modernitas terdiri atas dua, yaitu :
1.      Durkheim menegaskan bahwa masyarakat modern itu harmonis dan tertib
2.      Durkheim ingin menciptakan suatu ilmu pengetahuan untuk menghasilkan pengetahuan yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita membangun masyarakat yang tertib dan harmonis itu.

2. Fakta Sosial dan Karakteristiknya
Fakta Sosial menurut Durkheim berada eksternal (diluar) dan mengendalikan individu-individu. Meski tidak dapat dilihat, struktur aturan-aturan itu nyata bagi individu yang perilakunya ditentukan oleh fakta sosial tersebut. Ini kemudian membuat Durkheim berpendapat bahwa masyarakat memiliki eksistensinya sendiri.
Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam :
1.      Dalam bentuk material, yaitu barang sesuatu yang dapat disimak, ditangkap, diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini adalah bagian dari dunia nyata (external world), contohnya arsitektur dan norma hukum.
2.      Dalam bentuk non material, yaitu merupakan fenomena yang bersifat inter subjektif yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia, contohnya egoisme, altruisme dan opini.
Secara garis besar fakta sosial terdiri atas dua tipe yakni struktur sosial dan pranata sosial. Sifat dan hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial. Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu, sistem sosial, posisi, peranan, nilai-nilai keluarga, pemerintah. Karakteristik fakta sosial yaitu; eksternal, memaksa dan umum.

3. Struktur Sosial
Emile Durkheim berpandangan bahwa struktur sosial itu terdiri dari norma-norma dan nilai-nilai dan melalui sosialisasi kita mempelajari defenisi-defenisi normatif ini, hanya melalui proses ini yang membuat anggota-anggota masyarakat menjalankan kehidupan sosial mereka.
Bagi Durkheim walaupun kita mungkin menganggap dapat memilih perilaku tertentu untuk berinteraksi dengan orang lain, dalam realitasnya pilihan sebenarnya sudah disediakan oleh sistem nilai dan sistem norma untuk kita.
Durkheim mengungkapkan bahwa pencapaian kehidupan sosial manusia dan eksistensi keteraturan sosial dalam masyarakat yang disebut Solidaritas Sosial, dimantapkan oleh sosialisasi, yang melalui proses tersebut manusia secara kolektif belajar standar-standar atau aturan-aturan perilaku.

4. Solidaritas Mekanik dan Solideritas Organis
Bahwa solidaritas mekanis dibentuk oleh masyarkat yang masih memiliki kesadaran kolektif yang sangat tinggi, kepercayaan yang sama, cita-cita dan komitmen moral. Masyarkat yang menggunakan solidaritas mekanis, mereka melakukan aktifitas yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama.
Sebaliknya, solidaritas organis dibentuk karena semakin banyak dan beragamnya pembagian kerja. Sehingga pembagian kerja tersebut membuat spesialisasi pekerjaan di dalam masyarakat yang menyebabkan kesadaran kolektif menjadi menurun. Semua kegiatan berspesialisasi mereka berhubungan dan saling tergantung satu sama lain, sehingga sistem tersebut membentuk solidaritas menyeluruh yang berfungsi didasarkan pada saling ketergantungan.

5. Asal-usul Bentuk-bentuk Pengetahuan dalam Masyarakat
Menjelang akhir buku The Elementary Forms, Durkheim memperluas pokok pikirannya dengan mengemukakan bahwa tidak hanya pemikiran agama melainkan juga pengetahuan pada umumnya berlandaskan pada dan mencerminkan dasar sosialnya. Misalnya suatu pengetahuan tergantung pada bahasa untuk dapat diteruskan kegenerasi berikutnya, dan bahasa merupakan produk sosial, bukan ciptaan individu.

6. Ilmu Tentang Masyarakat
Perhatiannya terhadap struktur sosial mendorong Durkheim menggunakan ilmu pengetahuan (sains) untuk menjelaskan kehidupan sosial. Metode ilmiah yang dikembangkan kemudian dikenal dengan positivisme. Bagi Durkheim, struktur sosial sama obyektifnya dengan alam itu sendiri.
Menurut Durkheim, sifat struktur diberikan kepada warga masyarakat sejak mereka lahir, s5ama seperti yang diberikan alam kepada fenomena alam. Masyarakat terdiri dari realitas fakta sosial yang sama bersifat eksternal dan menghambat individu. Kita tidak memilih untuk meyakini sesuatu yang kita yakini kini atau memilih tindakan yang kita ambil sekarang. Aturan-aturan kebudayaan yang sudah ada yang menentukan gagasan dan perilaku kita melalui sosialisasi individu dalam masyarakat.
Jadi sama dengan karakteristik gejala alam yang merupakan produk dari aturan-aturan alam, demikian pula gagasan dan tindakan manusia adalah produk kekuatan sosial eksternal yang membentuk struktur sosial. Sehingga Durkheim mengungkapkan bahwa sosiologi dapat dan harus objektif karena berhubungan dengan realitas yang pasti dan substansil sebagaimana halnya yang dilakukan oleh ahli biologi.
Bagi kaum positivis metode ini meliputi pengamatan empiris, maka dalam sosiologi harus menyandarkan diri pada bukti empiris. Oleh karena perilaku ditentukan oleh oleh struktur sosial eksternal, ketika kita mengkuantifikasi jumlah (insidens) tindakan atau pikiran orang, yang kita dapatkan adalah bukti empiris dari kekuatan sejauh yang memproduksi perilaku dan keyakinan itu. Dengan demikian kita akan membangun ilmu tentang masyarakat yang dapat dijadikan pedoman untuk memahami bagaimana masyarakat diorganisasi, dalam konteks pengetahuan mengenai hukum yang mengatur perilaku sosial.
Dalam masyarakat yang kuat dan tertib, kebebasan individual hanya dapat terjadi apabila keyakinan dan perilaku diatur dengan sebaik-baiknya melalui sosialisasi. Individu patuh kepada masyarakat dan kepatuhan ini adalah kondisi bagi kebebasannya. Bagi manusia, kebebasan berarti terbebas dari pemaksaan fisik yang membabi-buta, kondisi ini dicapai dengan mematuhi kekuatan besar dan cerdas, yakni masyarakat yang dibawah pengaturannya individi berlindung.

7. Peraturan Metode Sosiologi
Ada lima aturan fundamental dalam metode Durkheim, yakni :
1.      Mendefenisikan objek yang dikaji secara objektif
Disini yang menjadi sasaran adalah sebuah peristiwa sosial yang bisa diamati di luar kesadaran individu. Defenisi tidak boleh mengandung prasangka terlepas dari apapun yang kira-kira akan menjadi kesimpulan studi.
1.      Memilih satu atau beberapa kriteria
Ini dicontohkan oleh Durkheim dalam pembahasan tentang solidaritas sosial yang berbeda-beda atau mencari penyebab bunuh diri dengan menggunakan angka kematian akibat bunuh diri. Akan tetapi harus banyak kriteria yang harus diperhatikan dalam mengajukan analisis tersebut.
1.      Menjelaskan Kenormalan patologi
Ada beberapa situasi yang bersifat kebetulan dan sementara yang bisa mengacaukan keteraturan peristiwa. Jadi kita harus membedakan situasi-situasi normal yang menjadi dasar kesimpulan-kesimpulan teoritis.
1.      Menjelaskan masalah sosial secara “Sosial”
Sebuah peristiwa sosial tidak hanya bisa dijelaskan lewat keinginan individual yang sadar, namum juga melalui peristiwa atau tindakan sosial sebelumnya. Setiap tindakan kolektif mempunyais atu signifikansi dalam sebuah sistem interaksi dan sejarah. Inilah yang disebut metode fungsional.
1.      Mempergunakan metode komparatif secara sistematis
Hanya komparatif terhadap ruang dan waktu yang memungkinkan semua studi berakhir menjadi ilmu atau yang biasa disebut oleh Durkheim dengan demonstrasi sosiologis.

8.  Integrasi Sosial dan Angka Bunuh Diri
Perubahan-perubahan dalam tingkat integrasi dalam suatu masyarakat secara empiris dinyatakan dalam berbagai cara. Emile Durkheim dalam salah satu studinya mengungkakan pengaruh integrasi sosial terhadap kecenderungan individu untuk mengakhiri hidupnya sendiri (bunuh diri).Karena studi ini tidak bisa dilakukan di laboratorium, maka Durkheim mempergunakan berbagai variasi situasi sosial untuk melakukan perbandingan. Durkheim berpedoman pada metode variasi yang terjadi pada waktu yang sama (korelasi-korelasi) dengan membangun rangkaian mulai dari peristiwa yang harus terseleksi, Durkheim memisahkan sejumlah variabel berupa umur, seks, situasi sipil, keanggotaannya dalam agama, tingkat pendidikan yang kemudian dibadingkan dengan angka kematian.
Durkheim menemukan bahwa angka bunuh diri laki-laki yang menduda lebih parah dibandingkan status menjanda perempuan. Durkheim juga membantah teori yang menganggap bunuh diri disebabkan oleh kegilaan, ras dan hereditas. Durkheim mengembangkan teori sosialisasinya dengan membuat suatu tipologi., yakni :
1.      Bunuh diri egoistis
Agama, keluarga dan masyarakat politik merupakan kelompok sosial yang mendefenisikan identitas individu. Ketika semua itu melemah terhadao individu, maka individu kehilangan tempat bernaung dan mundur kearah dirinya sendiri yaitu kepada egonya.
1.      Bunuh diri altruistis
Jika integrasi sosial terlalu kuat dan individu terlalu terkungkung, maka bisa saja menghasilkan altruisme intens yang menyebabkan orang melakukan bunuh diri.
1.      Bunuh diri anomik
Jika dalam proses sosialisasi ternyata integrasi sosial bisa menunjukan adanya defisiensi lewat ekses atau kekurangannya, maka hal yang sama juga terjadi pada peraturan sosial, yakni ketika dominasi intelektual atau moral kelompok melemah, individu akan menghadapi sendiri keinginan dan nafsunya. Terputusnya keseimbangan ini menyebabkan anomie yaitu desosialisasi ini kemudian memicu bunuh diri anomik.

9. Agama dalam Masyarakat
Dalam usaha memahami esensi fenomena keagamaan, Durkheim menyimpulkan bahwa agama sesungguhnya adalah masalah sosial. Agama adalah hal paling primitif dari segala fenomena sosial. Semua manifestasi lain dari aktivitas kolektif berasal dari agama dan melalui berbagai transformasi secara berturut-turut, antara lain menyangkut hukum, moral, seni, bentuk politik, dsb.
Dengan menganalisis sistem totem bangsa primitif di Australia, Durkheim menyimpulkan bahwa totem merupakan simbol klan sekaligus simbol ketuhanan. Dengan demikian bukankah Tuhan dan masyarakat itu satu. Apa yang dianggap sakral itu adalah produk dari kelompok. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial nonmaterial.
Bagi Durkheim perilaku masyarakat yang menganggap Tuhan atau menciptakan Dewa sama sekali tidak terlihat lagi kecuali tahun-tahun pertama berkecamuknya revolusi prancis. Agama sendiri cenderung berkembang jika memiliki dogma, simbol, altar dan perayaan-perayaan. Dengan demikian bentuk Tuhan atau dewa tidak terlalu penting, yang penting adalah representasi religius adalah representasi kolektif yang mengungkapkan realitas kolektif, ritus-ritus yang ada didalamnya adalah cara untuk bertindak yang hanya muncul ditengah-tengah kelompok saat berkumpul dan bertujuan untuk membangkitkan, mempertahankan atau membangun kembali berbagai kondisi mental kelompok itu (kesadaran kolektif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar