Sabtu, 20 Oktober 2012

max weber dan aplikasi teorinya


I.       RIWAYAT HIDUP WEBER
Max Weber lahir di Erfrut, Thuringia, Jerman pada tahun 1864, tetapi dibesarkan di Berlin dimana keluarganya pindah ketika dia berumur 5 tahun. Keluarganya  dari kelas menengah. Ayahnya adalah seorang hakim di Erfrurt dan ketika di Berlin menjadi seorang penasihat di pemerintahan kota dan kemudian menjadi anggota Prussian House of Deputies dan Jerman Reichstag. Ibu Weber , Helene Fallenstien Weber, memiliki watak yang berbeda. Keyskinan agamanya serta perasaan Calvinis jauh lebih besar daripada suaminya. Perbedaan antara orang tuanya tersebut membawa dampak besar pada orientasi intelektual dan perkembangan psikologisnya.
Ketika masih kecil, Weber adalah seoreang pemalu dan sering sakit, tetapi dia sangat jenius. Dia membaca dan menulis sesuatu secara ilmiah. Pada usia 18 tahun, Max Weber mulai mempelajari hukum di Universitas Heidelberg. Weber meninggalkan Heidelberg untuk menjalani wajib militer, dimana dia menjalin hubungan erat dengan pamannya bernama Herman Baumgarten dan tantenya bernama Ida. Keluarga Baumgarten memperlakukan Weber dengan suatu sikap hormat intelektual, kehangatan emosional, dan Weber sanat terpengaruhi mereka, sebagai akibatnya Weber lebih banyak mengikuti ibunya. Perhatian Weber dalam bidang teori mengenai pengaruh ide-ide dan kepentingan  dalam mengendalikan prilaku manusia tergambar dalam keluaganya. Ayahnya memberikan prioritas pada kepentingan politik dan ekonomi, sedangkan ibunya dan keluarga Baumgarten memberikan prioritas kepada ideal-ideal etika protestantisme.  Pada tahun 1884 kembali ke Berlin dan pada tahun 1889 dia menyelesaikan tesis doktornya. Dia  menjadi pengacara dan mulai mengajar di Universitas Berlin.

1.      Gangguan dalam Karir Akademisnya
Weber mualai membangkitkan seluruh waktunya untuk kehidupan akademisnya ketika dia menerima kedudukan sebagai professor ekonomi di Universitas Freiburg tahun 1894. Pada tahun 1896, giatnya dalam bekerja ini membawanya pada posisi sebagai profesor ekonomi di Heidelberg.
Pada tahun 1897, ketika karier akademik berkembang, ayahnya meninggal dunia setelah bertengkar hebat dan diusir oleh Max dari runah. Hal ini membuat Weber merasa bersalah sehingga kesehatan fisik dan psikologinya terganggu selama bertahun –tahun.  Tahun1899 dia harus dirawat dirumah sakit untuk beberapa minggu. Pada tahun 1903 tidak sampai tahun 1904, ketika ia menyampaikan kuliah perdananya dalam waktu enam setengah tahun, Weber mampu kembali aktif kedalam kehidupan akademik.
Dalam kehidupan Weber, dan lebih penting lagi dalam karya-karyanya, terdapat ketegangan antara pikiran birokratis, sebagaimana ditampilkan oleh sang ayah, dengan religiosistas ibunya. Ketegangan yang tak terpecahkan itu merasuk ke dalam karya Weber dan pada 14 Juni 1920 dia meninggal karena menderita penemoni; sebagian besar karirnya tidak selesai.

2.      Iklim Sosial dan Politik
Struktur sosial dan politik jerman pada masa Weber sangatlah tegang dan penuh kontradiksi, seperti halnya dalam keluarganya. Weber menentang ekspansi yang tidak realistic, kadang- kadang mengalami putus asa karena kebijakan Jerman. Iklim sosial dan politik di Jerman sebagaiannya merupakan akibat dari kenyataan bahwa revolusi industri dan perubahan yang berhubungan dengan revolusi itu dalam bidang ekonomi lebih kemudian daripada di Inggris dan Prancis.
Pada masa muda Weber di tahap-tahap awal karirnya, industrialisai mulai dengan kecepatan yang cukup tinggi. Inggris merupakan model suatu masyarakat industri yang kuat dengan perhatian colonial ke penjuru dunia. Perkembangan kekuasaan di Jerman dianggap penting untuk mencegah dominasi politik-budaya Inggris dan Rusia.
Jerman belum mengalami suatu revolusi yang menyeluruh dan menentukan seperti revolusi Prancis, karena itu system nilai tradisional masih sangat berpengaruh. Struktur politik, khususnya pelayanan umum, masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai konservatif. Struktur ekonomi saemakin dikuasai oleh system industry dan bojuis, sedangkan system niali budaya dan struktur politik nasih didominasi oleh nilai- nilai semifeodal yang tradisional dan konservatisme birokratis.
Soisologi Weber harus dimengerti dalam konteks latar belakang sosial politik masyarakat Jerman, dimana Jerman mengalami transisi dari suatu masyarakat yang sangat bersifat agraris ke masyarakat yang bersifat industri dan perkotaan. Transisi ini disertai oleh rasionalisasi yang semakin bertambah dalam semua bidang kehidupan politik dan ekonomi.

II.    TINDAKAN INDIVIDU DAN ARTI SUBYEKTIF
Weber sangat tertarik pada masalah sosiologis yang luas mengenai struktur sosial dan kebudayaan, tapi dia melihat bahwa kenyataan sosial secara mendasar terdiri dari individu-individu dan tindakan-tindakan sosialnya yang berarti.
1.   Gambaran Weber tentang Kenyataan Sosial vs Durkheim
Durkheim melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang mengatasi individu, berada pada suatu tingkat yang bebas; Weber melihat kenyataan sosial sebagai sesuatu yang didasarkan pada motivasi individu dan tindakan sosial. Durkheim melihat masyarakat sebagai sesuatu yang riil, berada terlepas dari individu dan bekerja menurut prinsipnya yang khas. Teori itu membandingkan masyarakat dengan organism biologis dalam pengertian bahwa masyarakat merupakan suatu kenyataan lebih; Weber melihat kaum nominalis berpendirian bahwa hanya individulah yang riil secara obyektif, dan bahwa masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu-individu. Perbedaan penting lainnya adalah mengenai proses-proses subyektif. Tujuan Weber untuk masuk ke segala sesuatu yang berhubungan dengan “kategori interaksi manusia”. Latar belakang intelektual di masa Weber menekankan pada idealisme dan historisisme.

2.   Menjelaskan Tindakan Sosial Melalui Pemahaman Subyektif
Aspek pemikiran Weber yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif). Hasil dari kegagalan teoretisi sosial adalah berupa suatu filsafat sosial atau interpretasi keliru mengenai perilaku manusia. Weber berpendirian bahwa sosiologi haruslah merupakan ilmu empirik, sosiologi harus menganalisa perilaku actual manusia individual. Weber mempertahankan bahwa pengetahuan ilmiah tidak pernah dapat merupakan suatu dasar untuk memberikan pertimbangan nilai. Weber mengakui bahwa nilai mempengaruhi karya ilmiah. Obyektivitas dan netralitas nilai masih diakui sebagai bagian dari warisan Weber untuk sosiologi masa kini.

3.   Analisa Tipe Ideal: dari Peristiwa Unik ke Proporsi Umum
Weber mengemukakan bahwa “suatu tipe ideal dibentuk dengan suatu penekanan yang berat sebelah mengenai satu pokok pandangan atau lebih atau dengan sintesa dari gejala-gejala individual kongkret, yang sangat tersebar, memiliki sifatnya sendiri yang kurang lebih ada dan kadang tidak ada, yang diatur menurut titik pandangan yang diberi tekanan secara berat kedalam suatu konstruk analistis yang terpadu”. Tipe ideal yang paling terkenal dari Weber adalah birokrasi. Dengan cara ini Weber dapat mempelajari satuan-satuan sosial yang lebih besar, yang didasarkan pada tindakan yang khas, dari individu yang khas, dalam situasi sosial yang khas pula.

III.  TIPE-TIPE TINDAKAN SOSIAL
Weber membedakan tindakan dengan perilaku yang murni reaktif. Mulai sekarang konsep perilaku dimaksudkan sebagai perilaku otomatis yang tidak melibatkan proses pemikiran. Stimulus datang dan perilaku terjadi, dengan sedikit saja jeda antara stimulus dan respons. Ia memusatkan perhatiannya pada tindakan yang jelas-jelas campur tangan proses pemikiran antara terjadinya stimulus dan respons.
Dalam teori tindakannya, tujuan Weber tak lain adalah memfokuskan perhatian pada individu, pola regulitas tindakan, dan bukan pada kolektivitas. Yang terpenting adalah pembedaan yang dilakukan Weber terhadap kedua tipe dasar tindakan rasional.

1.      Rasionalitas Instrumental (Zweckkrationalitat)
Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Rasionalitas sarana-tujuan adalah tindakan yang ditentukan oleh harapan terhadap perilaku objek dalam lingkungan dan perilaku manusia lain.

2.      Rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wertrationalitat)
Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat di sekitarnya. Rasionalitas nilai  adalah tindakan yang ditentukan oleh keyakinan penuh kesadaran akan nilai perilaku-perilaku etis, estetis, religius atau bentuk perilaku lain, yang terlepas dari prospek keberhasilannya.

3.      Tindakan Tradisional
Tindakan tradisional adalah tindakan yang ditentukan oleh cara bertindak aktor yang biasa dan telah lazim dilakukan. Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan.

4.      Tindakan Afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorsng yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, ketakutan, kemarahan, atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan yang logis, ideologi, atau kriteria rasionalitas lainnya.

IV. TINDAKAN SOSIAL DAN  STRUKTUR SOSIAL
1.      Stratifikasi: Ekonomi, Budaya, dan Politik
Aspek terpenting dari analisis ini adalah bahwa Weber tidak mau mereduksi stratifikasi menjadi sekedar faktor ekonomi, melainkan melihatnya sebagai sesuatu yang bersifat multidimensional. Jadi, masyarakat terstratifikasi menurut basis ekonomi, status, dan kekuasaan.Weber menyatakan bahwa situasi kelas hadir ketika ketiga syarat dibawah ini terpenuhi :(1)Sejumlah orang memiliki kesamaan komponen kausal spesifik peluang hidup mereka, sejauh (2) Komponen ini hanya direpresentasikan oleh kepentingan ekonomi berupa penguasaan barang atau peluang untuk memperoleh pendapatan, dan (3) Direpresentasikan menurut syarat-syarat komoditas atau pasar tenaga kerja. Jadi, kelas bukanlah komunitas, melainkan sekedar sekelompok orang yang berada dalam situasi ekonomi atau situasi pasar yang sama.
Berlawanan dengan kelas, biasanya status merujuk pada komunitas, kelompok status biasanya berupa komunitas, kendati sedikit agak terbentuk. Status didefinisikan Weber sebagai setiap komponen tipikal kehidupan manusia yang ditentukan oleh estimasi sosial tentang derajat martabat tertentu, positif atau negative.
Kalau kelas hadir dalam tatanan ekonomi dan kelompok status hadir dalam tatanan sosial, partai dapat ditemukan dalam tatanan politik. Bagi Weber, partai selalu merupakan struktur yang berjuang untuk meraih dominasi. Jadi, partai adalah elemen paling teratur dalam sistem stratifikasi Weber.

2.      Tipe Otoritas dan Bentuk Organisasi Sosial
Weber bukanlah seorang politis radikal. Weber memilih demokrasi sebagai bentuk politik bukan karena ia percaya pada massa namun karena demokrasi menawarkan dinamika maksimal dan merupakan mileu terbaik untuk menciptakan pemimpin politik. Weber selalu mengawali analisisnya tentang struktur otoritas dengan asumsinya tentang hakikat dan sifat dasar tindakan. Ia mendefinisikan dominasi sebagai probabilitas suatu perintah tertentu akan dipatuhi oelh sekelompok orang. Yang terutama menarik perhatian Weber adalah bentuk dominasi yang sah, atau yang disebutnya dengan otoritas.
Otoritas tradisional : otoritas tradisional didasarkan pada klaim pemimpin dan keyakinan para pengikutnya bahwa terdapat kelebihan dalam kesucian aturan dan kekuasaan yang telah berusia tua. Pemimpin dalam sistem semacam itu bukan penguasa superior, namun personal. Alasan penting orang taat pada struktur otorirtas ini adalah kepercayaan mereka bahwa hal itu sudah ada. Hubungan antar tokoh yan memiliki otoritas dan bawahannya merupakan hubungan pribadi. Weber membedakan tiga otoritas tradisional; gerontokrasi, patriarkalisme, dan patrimonialisme.
Otoritas karismatik : Weber tidak menyangkal bahwa pemimpin karismatik dapat memiliki ciri menonjol, karismanya lebih tergantung pada kelompok pengikut dan bagaimana mereka mendefinisikan pemimpin karismatik.yang krusial dalam proses inin adalah ketika seorang pemimpin dipisahkan dari orang biasa dan diperlakukan seolah-olah ia memiliki kekuatan atau kualitas supranatural, supermanusia, atau skeurang-kurangnya kekuatan tidak lazim yang tidak dapat dimiliki oleh orang biasa.
Karisma dan revolusi : bagi Weber, karisma adalah kekuatan revolusioner. Yang membedakan karisma sebagai kekuatan revolusioner adalah bahwa dia menyebabkan berubahnya pikiran aktor, ini menyebabkan reorientasi subjektif atau internal.
Organisasi karismatik dan rutinisasi karisma : minat Weber pada organisasi dibelakang pemimpin karismatik dan staf yang ada didalamnya membawanya pada pertanyaan tentang apa yang terjadi dengan otoritas karismatik ketika pemimpinya mati. Akhirnya, sistem karismatik pada dasarnya sangat rentan. Sistem ini terlihat mampu bertahan hanya selama pemimpin karismatik hidup. Bagi Weber, karisma pada dasarnya tidak stabil, ia hadir dalam bentuknya yang murni selama pemimpin karismatiknya hidup.
Otoritas legal : otoritas legal dapat memiliki beragam bentuk struktural, namun bentuk yang paling menarik perhatiannya adalah birokrasi, yang ia pandang sebagai tipe paling murni dari dijalankannya otoritas legal. Otoritas ini berhubungan dengan rasional instrumental. Bawahan tunduk pada otoritas ini karena posisi sosial yang mereka miliki itu didefinisikan menurut peraturan sebagai yan harus tunduk dalam bidang-bidang tertentu.

3.      Bentuk Organisasi Birokratis
Organisasi birokratis berbeda dengan sikap yang umumnya terdapat dimasa kini yang memusatkan perhatiannya pada birokrasi yang tidak efisien, boros, dan nampaknya tidak rasional lagi. Weber melihat birokrasi modern sebagai suatu bentuk organisasi sosial yang paling efisien, sistematis, dan dapat diramalkan. Bentuk organisasi sosial birokrasi mencerminkan suatu tingkat rasional instrumental yang tinggi, mampu berkembang pesat dengan menggeser bentuk-bentuk tradisional, hanya karena efisiensinya yang lebih besar itu.
Birokrasi mencakup karakteristik-karakteristik yang istimewa, yang dilihat sebagai tipe ideal. Tipe ideal mengenai birokrasi menekankan sifat hubungan yang impersonal, tetapi mencegah timbulnya hubungan- hubungan pribadi. Sifat- sifat tipe ideal birokrasi; (1.) Suatu pengaturan fungsi resmi yang terus menerus diatur menurut peraturan, (2.) Suatu bidang keahlian tertentu. (3.) organisasi kepegawaian mengikuti prinsip hierarki, (4.) Peraturan-peraturan yang mengatur pegawai baik berupa teknis atau norma. (5.) pemisahan antara staf administrative dengan pemilikan alat-alat produksi. (6.) tidak ada pemberian posisi kepegawaiannya okeh seseorang yang sedang menduduki suatu jabatan. (7.) tindakan, keputusan, dan peratyran administrative dirumuskan dan dicatat secara tertulis.
Alasan pokok bentuk organisasi memiliki efisiensi adalah karena organisasi itu memilki cara yang secara sistematis menghubungkan kepentingan individu dan tenaga pendorang dengan pelaksanaan fungsi-fungsi organisasi. Selain itu karena adanya pemisahan yang tegas dan sisitematis antara apa yang bersifat pribadi, seperti emosi, perasaan, hubungan sosial pribadi, dan apa yang birokratis. 

4.      Tipe-Tipe Otoritas Campuran
Hubungan otoritas dalam keadaan riil cenderung mencerminkan tingkat-tingkat yang berbeda. Sehubungan dengan ini Etzioni mengembangkan suatu model dinamika organisasi yang mendiskusikan secara eksplisit manifestasi pengaruh karismatik yang terus-menerus dalam organisasi birokratis. Dia berpendapat bahwa salah satu tantangan organisasi birokratis adalah untuk memanfaaatkan pengaruh karismatik yang ada pada pegawai dalam organisasi itu. Studi psikologi sosial mengenai kepemimpinan, menerima perbedaan penting yang terdapat dalam mutu pribadi yang menyatakan pengaruhnya dalam suatu organisasi. Tekanan Weber sendiri dalam menggunakan konsep-konsep tipe ideal ini adalah untuk menunjukkan betapa otoritas legal-rasional itu berkembang dalam masyarakat modern, masyarakat industri kota dengan mengorbankan otoritas tradisional.

V.    ORIENTASI AGAMA, POLA MOTIVASI, DAN RASIONALISASI
Pertumbuhan organisasi birokratis tidak hanya mencerminkan keruntuhan beberapa bagian dalam tradisi dan munculnya suatu pendekatan yang semakin sistematis dan rasional. Kecenderungan yang sama terhadap rasionalisasi uga dirangsang oleh perkembangan Protestantisme. Analisa Weber mengenai Etika Protestan mencerminkan dan memperbesar kecenderungan bertambahnya rasionalitas, dan yang lebih penting memperlihatkan peran di mana ide agama berperan dalam meningkatkan perubahan sosial. Dengan tulisan ini Weber bermaksud memperbaiki interpretasi materialis yang berat sebelah dalam pandangan Marx mengenai sejarah khususnya mengenai sistem kapitalis.

1.      Weber dan Marx Mengenai Pengaruh Ide Agama
Menurut Marx, perjuangan kelas merupakan kunci untuk mengerti perubahan sejarah serta transisi dari suatu tipe ke tipe struktur sosial lainnya. Perubahan revolusioner pun menuntut supaya ilusi dan institusi agama dihancurkan. Weber mengakui pentingnya kondisi materil dan posisi kelas ekonomi dalam mempengaruhi kepercayaan, nilai, dan perilaku manusia. Sebenarnya, Weber memperluas perspektif Marx tentang stratifikasi. Weber menekankan bahwa orang mempunyai kepentingan ideal dan juga materil. Weber merasa perlu mengakui pengaruh timbal-balik antara kepentingan ideal dan kepentingan materil dan menentukan secara empiris dalam kasus individu, apakah kepentingan materil atau ideal yang lebih dominan.

2.      Kepercayaan Protestan dan Perkembangan Kapitalisme
Analisa Weber dalam bukunya The Protestantt Ethic and the Spirit of Capitalism harus dilihat dalam konteks keseluruhan usahanya untuk memperlihatkan pengaruh ide yang bersifat independen dalam perubahan sejarah. Untuk mengatakan bahwa ada elective affinity antara etika Protestan dan semangat kapitalisme, berarti bahwa jenis motivasi yang timbul karena kepercayaan dan tuntutan etis Protestantisme membantu merangsang jenis perilaku yang dibutuhkan atas lahirnya Kapitalisme borjuis modern. Baik Protestantisme maupun kapitalisme menyangkut pandangan hidup yang rasional dan sistematis. Etika Protestan merangsang atau mendorong kapitalisme. Faktor lainnya adalah kondisi materil dan kepentingan ekonomi. Pengaruh Protestantisme pada kapitalisme tidak melekat selamanya. Weber mengakui bahwa sesudah kapitalisme berdiri, ia menjadi otonom dan berdikari, dan dia mencatat bahwa dukungan agama tidak lagi ada dimasa Benjamin Franklin.
Ini berarti bahwa kritik yang menekankan sifat kapitalisme masa kini yang murni sekuler itu dimana motivasi yang harus ada untuk mempertahankan sifat materialistik, atau yang memperlihatkan bahwa agama Protestan dan Katolik tidak memperlihatkan perbedaan dalam aspirasi dan prestasi benar-benar merupakan tanggapan yang salah dari Weber. Hubungan jangka panjang antara Protestantisme dan kapitalisme dilihat sebagai sesuatu yang bersifat dialektik, dimana Protestantisme membantu pertumbuhan kapitalisme di masa awalnya, tapi akhirnya dirusak dan diganggu oleh pengaruh kapitalisme yang sudah sekuler.

3.      Etika Protestantisme sebagai Protes terhadap Katolisisme
Bagi Weber, etika Protestan memperlihatkan suatu orientasi agama yang bersifat asketik dalam dunia (inner-worldly). Asketisme dalam dunia menunjuk pada komitmen untuk menolak kesempatan dan menuruti keinginan fisik untuk mengejar suatu tujuan spiritual; tujuan ini harus dicapai melalui komitmen yang sistematis. Menurut Weber, kegiatan ekonomi merupakan bentuk yang paling tinggi dimana kegiatan moral individu dapat terlaksana. Protestantisme membantu meningkatkan kapitalisme dengan meenyucikan kegiatan ekonomi sebagai sesuatu yang mempunyai arti religious di dalam suatu abad dimana motivasi individu yang sangat religius.  Pembedaan ini secara bertahan diterima dan diresmikan, dan akibatnya adalah terbukanya kemungkinan baru untuk akumulasi modal dan membiayai usaha raksasa melalui kreditm semuanya dalam etika Protestan.

4.      Etika Protestan dan Proses Sekularisasi
Yang ditekankan Weber adalah bahwa ide-ide tertentu dalam Protestantisme memperlihatkan suatu perubahan dari tradisionalisme ke suatu orientasi yang lebih rasional. Ide-ide Weber mengenai pengaruh etika Protestan tidak didasarkan pada analisa sejarah yang sistematis. Tujuannya bukan untuk menelusuri perkembangan sejarah Protestantisme. Sebaliknya, dia bergerak di antara pelbagai cabang Protestantisme di pelbagai periode dalam sejarah Protestan. Aliran utama dalam Protestantisme dimana ia mengambil prinsip utama mengenai etika Protestan yang mencakup Luther, Kalvinisme, Pietisme, Puritanisme, Metodisme, dam sekte Baptis. Meskipun tekanan utama aliran ini berbeda, untuk tujuan kita pusat perhatiannya adalah pada masal etis yang sama.

5.      Protestantisme Dibandingkan dengan Agama-Agama Dunia Lainnya
Kasus etika Protestan menggambarkan tekanan Weber yang utama dalam teorinya yang berhubungan dengan peran yang independen dimana ide-ide agama dapat memainkan peran dalam menggalakkan perubahan sosial. Karya Weber mengenai agama besar di dunia sangatlah bernilai. Dia menganalisa agama sebagai suatu dasar utama bagi pembentukan kelompok status dan pelbagai tipe struktur kepemimpinan dalam agama itu. Dia menerima saling ketergantungan timbal-balik antara kepercayaan agama dan motivasi di satu pihak, dan gaya hidup serta kepentingan materil di pihak lainnya. Betapa kritik literature kelihatannya salah menginterpretasi apa yang sesungguhnya Weber maksudkan. Orientasi membantu melegitimasi kegiatan ekonomi kaum kapitalis di masa awal, namun Weber tidak pernah mengemukakan bahwa kelanjutan dari suatu sistem kapitalis yang sudah mantap akan membutuhkan legitimasi agama terus-menerus. Seperti kita lihat di depan, kapitalisme  menjadi berdikari; tambahan pula konsumsi kapitalis sebenarnya membantu kerusakan orientasi agama yang bersifat asketis dalam Protestantisme.

6.      Etika Kerja Masyarakat Modern
Isu etika kerja merupakan isu dasar dalam sosiologi masa kini. Weber berspekulasi bahwa dia tidak melihat suatu kemungkinan yang jelas bagi dominasi organisasi birokratis yang terus menerus membesar. Rasionalitas dan efisiensi yang terus meningkat dapat kita lihat dalam motivasional dan organisasional. Dalam memenuhi tuntutan pekerjaan rutin yang sangat tinggi spesialisasinya, sistematis, dan dapat diperhitungkan dalam organisasi yang dikontrol secara impersonal, orang harus mengorbankan spontanitasnya, hubungan personalnya, kesempatan untuk mengungkapkan emosi, dan kemampuan untuk menjadi manusia yang utuh. Weber melihat masa depan dengan mata yang suram dalam melihat biaya psikologis yang mengertikan dari etika kerja sekuler yang memaksa yang disalurkan ke dalam peran birokratis yang sempit sehingga etika kerja itu kehilangan dayanya.

ANALISIS TEORI RASIONALITAS DAN TINDAKAN SOSIAL
Terkait masalah Rasionalitas yang dikemukakan Weber, Tindakan Rasional yang dilakukan seseorang seperti saat ini adalah seperti pikiran yang kadang tidak bisa mendorong kita untuk bertindak. Kadang juga kita sering berpikir bahwa tindakan orang lain itu sama sekali tidak masuk akal. Seperti contoh kita sering menemukan seseorang yang melakukan tindakan diluar kebiasaan kita. Kita akan berpikir bahwa orang itu melakukan tindakan yang tidak lazim dilakukan orang normal. Tetapi kita juga pasti tahu bahwa tindakan orang yang kita nilai tidak lazim tersebut hanya karena perbedaan kebiasaan, lingkungan, dan masalah sosial lainnya. Pikiran kita hanya terpatok pada pemikiran kita sendiri. Banyak orang menganggap perilaku atau keputusan orang lain melenceng dari pemikiran kita. Karena kita hanya mengacu pada pemikiran kita sendiri . dan jarang sekali yang berpemikiran di luar pemikirannya.
Seperti contoh yang pernah terjadi; seorang balita yang biasa Makan Kertas. Menurut kita yang normal, tindakan seperti itu sangat tidak rasional. ”Kertas kok dimakan. Bukannya Ayam Goreng lebih nikmat ya”. Kertas yang umumnya dibuat untuk bahan menulis, justru dibuat untuk makan. Secara pikiran kita perilaku seperti itu memang sangat mengherankan dan tidak masuk akal karena kita yang memang biasa memakan makanan yang layak dimakan. Dia yang mungkin karena minim biaya atau tak ada bahan makanan lainnya yang menyebabkan akhirnya terpaksa dengan perlahan menjadi seperti itu dan menjadi kebiasaan dan bahkan menjadi kebutuhan yang akhirnya menurutnya itu sangatlah lazim. Dan bisa juga hal seperti itu bisa menimbulkan teori baru yang biasa kita namakan ”selera”, karena dia yang sudah menganggap memakan kertas seperti itu adalah hal yang biasa yang lumrah dilakukannya dan sebaliknya menurut kita.

Teori Tindakan Sosial Max Weber
Dalam hidup bermasyarakat, kita pasti mengadakan hubungan dengan orang lain. Hubungan tersebut dalam sosiologi disebut interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan intisari dari kehidupan sosial. Sebelum kita pelajari lebih jauh mengenai interaksi sosial, ada suatu hal yang mendasari terjadinya interaksi sosial, yaitu tindakan sosial. Apakah yang dimaksud dengan tindakan sosial dan apa saja bentukbentuknya? Lebih lengkap akan kita bahas berikut ini.

1. Pengertian Tindakan Sosial
Kita sebagai makhluk hidup senantiasa melakukan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan tertentu. Tindakan merupakan suatu perbuatan, perilaku, atau aksi yang dilakukan oleh manusia sepanjang hidupnya guna mencapai tujuan tertentu. Misalnya Anton les bahasa Inggris dengan tujuan agar dia terampil dan mahir dalam berbahasa Inggris. Tidak semua tindakan manusia dapat dianggap sebagai tindakan sosial. Lalu tindakan yang bagaimanakah yang disebut dengan tindakan sosial? Perhatikan cerita berikut ini. “Suatu sore, Bintang duduk-duduk diteras depan sambil mendengarkan musik. Tiba-tiba ada seorang gadis cantik berambut panjang lewat di depan rumahnya. Dengan maksud untuk menggoda gadis itu, Bintang kemudian bersiul”.
Dari cerita di atas, tindakan ‘bersiul’ yang dilakukan Bintang merupakan bentuk tindakan sosial. Mengapa? Bintang ‘bersiul’ karena ingin menggoda gadis cantik berambut panjang yang lewat di depan rumahnya. Dari situ, dapat memberikan definisi mengenai tindakan sosial? Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan berorientasi pada atau dipengaruhi oleh orang lain. Dan Tindakan Sosial menurut Weber adalah seperti contoh; menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial. Tindakan Sosial ala Weber disini adalah tindakan yang melibatkan orang lain adalah merupakan tindakan sosial atau sebagai tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain.

2. Jenis-Jenis Tindakan Sosial
Menurut Max Weber, tindakan sosial dapat digolongkan menjadi empat kelompok (tipe), yaitu tindakan rasional instrumental, tindakan rasional berorientasi nilai, tindakan tradisional, dan tindakan afeksi.

a. Tindakan Rasional Instrumental
Tindakan ini dilakukan seseorang dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Contoh; guna menunjang kegiatan belajarnya dan agar bisa memperoleh nilai yang baik, Fauzi memutuskan untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah daripada komik.
Berdasarkan contoh diatas tindakan yang dilakukan oleh fauzi  untuk membeli buku daripada komik menunjukan bahwa dirinya mempertimbangkan dan menentukan sebuah pilihan yang sadar, dimana pilihan dari tindakannya tersebut berhubungan dengan tujuannya untuk memperoleh nilai yang baik dan alat (buku) yang digunakan sebagai penunjang untuk mencapai tujuan itu.
Dia menilai bahwa buku dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk memperoleh nilai  yang baik daripada membeli sebuah komik. Dia mempertimbangkan akan pentingnya alat yang digunakan untuk mencapai tujuannya, pertimbangan tersebut rasional termasuk guna akan beberapa alat yang tersedia dan konsekuensinya yang mungkin dari beberapa alternative  dipergunakan untuk menunjang belajar dan memperoleh nilai yang baik mencerminkan pertimbangan Fauzi atas efisiensi dan efektifitasnya. Fauzi menentukan pilihannya tersebut berdasarkan kegunaan alat dan konsekuensinya, hal ini menunjukan bahwa pertimbangannya memilih alat (buku-buku) dilakukan secara obyektif dengan tujuan yang akan dicapai.

b. Tindakan Rasional Berorientasi Nilai
Tindakan ini bersifat rasional dan memperhitungkan manfaatnya, tetapi tujuan yang hendak dicapai tidak terlalu dipentingkan oleh si pelaku. Pelaku hanya beranggapan bahwa yang paling penting tindakan itu termasuk dalam kriteria baik dan benar menurut ukuran dan penilaian masyarakat di sekitarnya. Misalnya seseorang muslim yang menjalankan sholat wajib 5 waktu setiap harinya dengan tujuan masuk surge setelah meninggal.
            Dari contoh diatas dapat dianalisis bahwa tindakan yang beorientasi nilai lebih mengedepankan alat untuk mencapai tujuan, sementara tujuannya sendiri tidak begitu diperhitungkan dengan jelas. Sholat sebagai alat pencapai tujuannya merupakan sesuatu yang sudah dianggap benar oleh masyarakat sekitar di kalangan muslim. Sementara tujuannya untuk masuk surga merupakan nilai akhir yang tidak rasional dalam hal dimana si pelaku tidak dapat memperhitungkan secara obyektif mengenai tujuannya tersebut.

c. Tindakan Tradisional
Tindakan ini merupakan tindakan yang tidak rasional. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat tanpa menyadari alasannya atau membuat perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan. Misalnya selametan bubur suro yang dilakukan masyarakat jawa pada tanggal 10 muharam.
Contoh tersebut menggambarkan bahwa tindakannya tidak rasional, dimana alat dan tujuan tidak dapat diperhitungkan secara obyektif. Prilaku tersebut merupakan kebiasaan tanpa sadar atau perencanaan yang sudah berjalan dari waktu ke waktu atau turun temurun dalam massyarakat. Seseorang yang melakukan tindakan tersebutpun tidak dapat menjelaskan secara jelas mengeai tujuan dari tindakannya itu, misalkan ditanya dia hanya akan menjawab “sebagai tolak balak”.
Individu yang melakukan tindakan ini hanya percaya terhadap hal-hal mitos yang ada di masyarakat, sementara untuk kenyataan yang empirisnya mereka tidak mengetahui. Namun karna kebiasaan tersebut sudah ada sejak dulu dan dianggap benar, maka tindakan ini masih dipercayai untuk dilakukan dan jika tidak dilakukan maka yang terjadi secara subyektif dirinya akan merasa bahwa dia telah melanggar apa yang menjadi aturan dalam masyarakatnya serta akan mendapatkan sanksi yang sifatnya alami (bukan dilakukan oleh masyarakat tapi merupakan bencana dari alam atau kekuatan Tuhan).
            Apabila dalam kelompok-kelompok atau masyarakat didominasi oleh orientassi ini, maka kebiasaan dan institusi mereka didukung oleh kebiasaan atau tradisi yang sudah lama mapan sebagai kerangka acuannya, yang diterima begitu saja tanpa persoalan atau pertimbangan. Satu-satunya pembenaran yang dilakukan adalah bahwa, “inilah cara yang sudah dilakukan nenek moyang kami, dan demikian pula nenek moyang mereka sebelumnya, ini adalah cara yang sudah begini dan akan selalu begini terus”.
            Weber melihat tipe tindakan ini sedang hilang lenyap karena meningkatnya rasional instrumental. Semakin tinadakan rasional instrumental berkembang di suatu masyarakat maka dengan sendirinya kebiasaan dan tradisi yang ada dalam masyarakat akan berangsur hilang. Seseorang yang berpikir rasional akan pentingnya alat dan tujuan, maka dia akan mempertimbangkan setiap tindakan yang dilakukannya, dengan begitu hal-hal atau tindakan yang manfaatnya tidak dapat dibuktikan secara obyektif oleh pikirannya akan ditinggalkan mengigat fungsinya yang tidak jelas. Hal tersebut terkait dengan tiga hukum Comte yang menjelaskan perkembangan masyarakat dari tahap teologis-metafisik-positivis. Dimana pada tahap positivis manusia akan berpikir modern dan percaya terhadap hal-hal yang empiris.   


d. Tindakan Afektif
Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorsng yang sedang mengalami perasaan meluap-luap seperti cinta, ketakutan, kemarahan, atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Tindakan itu benar-benar tidak rasional karena kurangnya pertimbangan yang logis, ideologi, atau kriteria rasionalitas lainnya.
Tindakan ini sebagian besar dikuasai oleh perasaan atau emosi tanpa pertimbangan-pertimbangan akal budi. Seringkali tindakan ini dilakukan tanpa perencanaan matang dan tanpa kesadaran penuh. Jadi dapat dikatakan sebagai reaksi spontan atas suatu peristiwa. Contohnya seseorang gadis yang menangis karena orang tuanya meninggal dunia.
Dengan cara bertindak menangis, hal tersebut merupakan hanya sebuah reaksi sepontan yang didominasi oleh perasaan si gadis itu, karana dengan tindakan menangis tersebut juga tidak akan ada gunanya. Ayahnya yang sudah meninggal tidak akan hidup lagi walaupun anaknya menangis meraung-raung. Dengan begitu tindakan ini dikatakan sebagai tindakan yang tidak rasional.
           

Sumber : Teori-teori Sosiologi Klasik dan Modern. Jilid 1 (terjemahan oleh Robert M. Z. Lawang). Doyle Paul Johnson. 1986.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar